Peruntungan Diri

Berulang kali aku menasehati diri.
Tapi rasanya seperti angin taman siang hari.
Berhembus kencang, lalu pergi dengan hanya menyisakan daun-daun yang mati.
Menyenangkan. Tapi percuma.
Berulang kali pula aku meyakinkan diri.
Bahwa pasti ada  kesempatan. Tidak hari ini, mungkin nanti.
Tapi nyatanya? Hati mencoba berkata bahwa "Aku tidak sakit. Aku tidak apa-apa."
Tapi toh sebenarnya ia semakin terseok memahami setiap arti, yang penghuninya pun sebenarnya tidak peduli.
Bahwa ia menyadari keberadaanku saja sudah tentu perasaan bahagia yang mewakili.

"Ah mungkin kamu memang terlalu melankolis dan suka terlalu cepat menaruh hati."
"Tidak juga. Aku hanya tau untuk orang seperti apa seharusnya hatiku berhenti."
"Baiklah. Lalu beritahu saja."
"Aku hanya...."
"Sudah kuduga, kamu terlalu banyak teori."
"..."

Bagaimana bisa aku beritahu, darimana dimulainya saja aku tidak mengerti.

Jika ada perumpaan tersedih, mungkin Wanita dengan seribu khayal tentang Pria yang tak mengenalinya mengkhayalkan wanita lain adalah jawabannya.
Tak perlulah kau tanyakan siapa wanita pertama dalam premis ini.
Aku hanya menciptakan tokoh ilusi.
Yang terinspirasi dari diri.












*nyata tidaknya, direnungin sendiri*
Jember, disebuah kamar 12 meter persegi. Sendiri.
Tahun dua ribu tujuh belas, bulan delapan, saat gerhana bulan.








Jakarta, Lain Kali Saja Kita Bersua.


Berawal dari beberapa hari lalu saat si uyut mention akun ig ku di event script challenge dari MLD SPOT X Fuji Film. Tapi sebelumnya, makasiiih banget buat temen-temen yang maksa dan support aku untuk berangkat. Your da best !

Hari kedua setelah aku submit script, ada direct messege yang udah keliatan dari nama akunnya aja berhasil bikin aku lompat-lompat di parkiran akademik fakultas. iya. Aku menjadi salah satu dari keduapuluh peserta yang mempunyai kesempatan mendapatkan mirrorless dari Fuji Film dan movie talk bareng Angga Sasongko. Seseorang yang mungkin sudah kalian tau, art taste dari setiap filmnya tuh ciamik dan tentunya nggak salah buat aku jadiin dia sebagai panutan dalam berkarya. Top lah pokoknya.

Film Prenjak, Membuat Otak Tak Kunjung Beranjak.



Ingin sedikit bercerita. Mungkin bukan review. Apalagi kritik. 

Sudah seringnya diputar melalui berbagai media, trailer film ini semakin  membuat saya untuk mengencangkan ketertarikan akan full versionnya. Kenapa? Bagi kebanyakan penonton yang masih menikmati film sebatas trailer tentu muncul pertanyaan-pertanyaan liar yang menuntut untuk segera di tuntaskan. Seperti satu pertanyaan untuk film Prenjak ini; “Yakin nih sutradara lokal bakal ngevisualin yang beginian?” itulah yang membuat saya mengucapkan terimakasih untuk Dewan Kesenian Kampus UNEJ dan Layar Kemisan yang sudah mampu memutarkan film ke-5 Wregas Bhanuteja ini di Jember. 



Prenjak (In The  Year of Monkey), sebuah film yang menceritakan tentang seorang wanita bernama Diah (Rosa W.) yang menjual satu batang korek api dengan harga 10.000 rupiah kepada Jarwo (Yohanes B.). Tak sekedar menjual korek, dengan harga 10.000 rupiah itu Diah juga menawarkan kepada Jarwo untuk melihat ‘kemaluannya’ dengan sebatang korek yang ia berikan tersebut. Jarwo pun setuju hingga menghabiskan empat batang korek api. Ketika ingin beranjak, Diah mendapat tawaran dari Jarwo untuk melihat ‘kemaluan’ Jarwo dengan membayar 20.000 namun Diah menolak, Jarwo menurunkan harga hingga 5000 tapi Diah tetap menolak. Hingga Jarwo menawarkan uang 60.000 asalkan Diah bersedia melihat kemaluan Jarwo dalam waktu 30 detik. Karena kondisi yang mendesak, Diah pun mengiyakan tawaran Jarwo. 

Dalam visual film yang menggambarkan latar dapur dengan berbagai perabotan tradisionalnya, lalu didukung oleh pakaian yang digunakan kedua tokoh, menggambarkan secara gamblang keadaan ekonomi kedua tokoh yang tidak sedang pada kondisi mapan.

Film yang menampilkan beberapa tayangan tidak biasa ini menurut saya bukanlah sebagai representasi kehidupan tak bermoral melalui ke-‘liar’-an bervisual. Dalam setiap adegannya Justru menggambarkan bagaimana kehidupan berjalan sejahat dan seperti apa adanya. Bagaimana seorang Diah yang ternyata adalah seorang ibu, rela ‘menjual’ kemaluannya untuk diperlihatkan kepada orang yang bukan seharusnya hanya demi menyambung hidup bersama seorang anaknya. 

Film yang berdurasikan kurang lebih 15 menit ini merupakan pengejawantahan Seorang Wregas Bhanuteja terkait prinsip dari wanita dan pria pada umumnya. Dimana pada scene yang berdekatan pada film ini menunjukkan bagaimana Seorang Pria tidak berdaya dengan kelamin wanita sedang wanita tunduk pada uang yang dimiliki Pria.

Dengan umur yang masih tergolong muda, Wregas tentu mampu menghadirkan humor segar kepada para penonton. Terlihat dalam film ini Terdapat satu adegan yang pada awalnya mebuat para penonton heran dengan penampakan ‘milik Diah’ lalu terdengar seruan Diah “Aduh kesumet!” yang seketika membuat penonton tertawa.

Dalam scene terakhir, wregas sukses membawa penonton dalam emosi terdalamnya dengan menghadirkan tokoh Diah sebagai sosok orang tua tunggal yang merawat anaknya seorang diri tanpa sosok lelaki yang seharusnya menjadi suaminya. 

Film sekelas Prenjak yang berhasil menyabet penghargaan film pendek terbaik Festival Film Cannes 2016 di Prancis ini tidak mungkin hanya mempunyai pemaknaan akan tanda dan penanda hanya sebatas yang saya sampaikan. Tentu masih banyak yang ingin disampaikan oleh seorang Wregas Bhanuteja melalui film Prenjak yang belum sepenuhnya dapat tertangkap oleh otak amatir saya :D 

Untuk para Suhu dan Master, Mohon bimbingannya agar saya dapat lebih memaksimalkan kerja otak dalam 'melihat' sebuah film :) 





MERDEKAKAN NEGERIKU, MERDEKAKAN INDONESIAKU !!!

Karena jiwa nasionalis tidak ditunjukkan hanya  dengan lambang garuda di dada, tapi berperilaku unmoral tanpa jera.
Jiwa Nasionalisme tidak ditunjukkan dengan menaruh lambang bendera pada seragam, tapi kerap membuat onar yang membuat masyarakat geram.
Nasionalisme juga bukan ditunjukkan dengan Memberi ucapan gombal virtual belaka, tapi tak pernah peduli dengan keadaan sosial sekitarnya.
Nasionalisme tidak ditunjukkan dengan rapinya  peci tapi berujung pada nistanya bui.
Nasionalisme hanya terdapat pada jiwa jiwa yg haus akan kemerdekaan dari kebodohan, haus akan kemerdekaan dari kemiskinan dan kemerosotan moral berbangsanya.
Nasionalisme hanya milik orang orang yg mempunyai keinginan untuk terus maju.
Nasionalisme milik mereka yang tak pernah berfikir dua kali untuk kesejahteraan negara dan semua elemen yang ada didalamnya.
Nasionalisme tentu milik mereka yang berdikari demi kemajuan ibu pertiwi.

Indonesia jaya dengan kerja nyata!
Merdekakan negeriku!
Merdekakan Indonesiaku!
Dirgahayu Negeri tercintaku!

AFN - Maesan, 17 Agustus 2016.

KOPER IAIN Jember

KOPER.

Bukan 'Komunitas Perjodohan' apalagi 'Korban Perasaan.' 😁
Kami KOPER, Komunitas Perfilman.
Masih ingat betul pernah ada sekumpulan 'cecunguk' dateng di  kosan menyampaikan niatnya untuk membuat sebuah  gebrakan bersama di kampus yg selama ini aku rasa 'gitu-gitu aja' dan tanpa berpikir panjang, aku jawab dengan anggukan, tanda setuju.
Kalimat "Berjuang bareng ya rek." menjadi mantera utama untuk saling menguatkan diantara kami.
Diawal berkarya, alhamdulillah sudah dipercaya oleh sebuah lembaga pemerintahan di Jember.
Tapi perjalanan awal tidak mungkin selalu mulus sesuai yang direncanakan bukan? Tumbuhan kecil pasti dianggap remeh bahkan kerap kali terinjak-injak. Tak apa, kami sadar posisi dan tetap saling menguatkan kala itu.
Bagi mereka yg terlalu awam mengenal  KOPER, mungkin akan mengatakan jika perjuangan kami instan.
Setiap ada orang yg beranggapan seperti itu, rasanya aku pengen cerita, gimana kami pernah 'diusir' secara terang-terangan  dari sekret oleh 'orang atas'.
gimana rasanya disikut organisasi sebelah karena ketidakberpihakan kami pada mereka.
gimana pandangan sinis 'mereka' yg pada awalnya merontokan kepercayaandiri dalam berkarya kami.
gimana kami yg awalnya beranggotakan puluhan,  hanya tersisa belasan bahkan nyaris dapat di hitung dengan jari.
Tak apa, badai hanya menyisakan pohon-pohon terkuat bukan?
Sampai akhirnya tahun ajaran baru datang, banyak 'kecebong-kecebong tersesat' yg memilih bergabung bersama kita untuk berkarya bersama.  Bertambahnya anggota membuat kami kembali tersulut untuk terus berkarya, dengan semakin banyaknya otak banyak juga inovasi-inovasi yg kami lakukan.
Semakin banyak otak, semakin sulit pula kita untuk menyatukan opini bukan?
Banyak perbedaan dan perselisihan diantara kami  memang menjadi permasalahan utama, tapi kembali ke mantera awal "kita berjuang bareng ya rek." Mengabaikan perbedaan dengan terus berkarya. Keep Solid keep humble ! 😊

Kalo kalian tanya KOPER itu apa, KOPER itu Tempatnya manusia berotak fleksibel yg mempunyai hati ekor cicak dan cacat malu 👊.

Selamat petang.

Tamparan Ayahku.

Ayahku sering menamparku,
Sakit? Tidak.
Mungkin karena terlalu sering? sesering aku melakukan kesalahan.
Atau mungkin karena aku selalu tidak perduli dengan tamparannya, dulu.
Ayahku adalah pribadi disiplin dalam setiap peraturan tak tertulis yang ia buat, suka menggoda  yang sering membuat kami  selalu merasa jengkel pada level akhir, keras kepala yang membuat mamaku sering  menyerah untuk memusuhi opininya, Sederhana terbukti dengan baju sehari-harinya tak pernah lepas dari merk terkenal bertuliskan semen gresik, FLEXI, bahkan baju kampanye pun ia gunakan sehari-hari tanpa memandang gengsi.
Mungkin karena aku perempuan satu-satunya setelah  mamaku di keluarga jadi Aku merasa menjadi orang  yang paling dekat dengannya daripada 2 saudaraku yang lain. Atau aku yang hanya ge’er? Peduli apa? Dia ayahku. Aku mencintainya, dia mencintaiku.
Tibalah dimana hari penamparan itu terjadi,
Waktu itu hari minggu dimana kebiasaanku, ayah dan mama jalan pagi.
Sepulang jalan pagi kami selalu terbiasa bersantai di teras pekarangan sambil menunggu sarapan siap.
Tidak suka dengan suasana sengang, aku bertanya
“Ilham belom bangun tah yah?”
“Ndak tau ya.. biasanya habis sholat dia tidur lagi.. biarin wes capek paling kemaren abis maen bulu tangkis seharian..” ayah berkata sambil memijat betisnya.
“Oh iya yah, yayah kok udah lama gak maen badminton? Dulu kan biasanya setiap malem..”
“...” “Ya udah gak kuat.. yayah kan udah tua..”
PLAK !
Tamparan itu seperti membangunkan dari ketidaksadaranku selama ini.
Ayahku sudah tua? Aku seperti tidak bisa menerimanya.
Aku melihat rambut ayahku yang 2 tahun lalu masih aku cabut rambut putihnya satu persatu, yang ia bilang terlihat lebih tua, bisa mengurangi penampilannya.
sekarang sudah tidak mungkin dicabut satu-persatu lagi.
Aku seolah baru sadar, ayahku sudah tidak bisa menggendongku di pundaknya, tidak bisa mengangkatku dari ruang tv ke kamar tidur seperti dulu, tidak bisa membaca al-quran kantongku yang katanya tulisannya sangat kecil.
Kali ini, Tamparan ayahku bisa aku rasakan. Benar-benar bisa akau rasakan. Sakit? Tidak. Karena ia tidak pernah menggunakan tangannya untuk menamparku.

Nikmatilah hari ini, karena esok kau akan merindukan hari ini
Diberdayakan oleh Blogger.