Jakarta, Lain Kali Saja Kita Bersua.


Berawal dari beberapa hari lalu saat si uyut mention akun ig ku di event script challenge dari MLD SPOT X Fuji Film. Tapi sebelumnya, makasiiih banget buat temen-temen yang maksa dan support aku untuk berangkat. Your da best !

Hari kedua setelah aku submit script, ada direct messege yang udah keliatan dari nama akunnya aja berhasil bikin aku lompat-lompat di parkiran akademik fakultas. iya. Aku menjadi salah satu dari keduapuluh peserta yang mempunyai kesempatan mendapatkan mirrorless dari Fuji Film dan movie talk bareng Angga Sasongko. Seseorang yang mungkin sudah kalian tau, art taste dari setiap filmnya tuh ciamik dan tentunya nggak salah buat aku jadiin dia sebagai panutan dalam berkarya. Top lah pokoknya.

Dengan begitu semangat dan melupakan pertimbangan lainnya, aku mengisi form konfirmasi kehadiran. Jelas. Aku bilang “Aku pasti hadir.” Masih dengan hati berbunga tapi tidak semeletup-letup seperti sebelumnya, selesai mengurus masalah kampus, aku kembali ke kos dengan tanpa melupakan capcin depan indomaret yang selalu menggoda setiap aku lewat didepannya. Aku masuk kamar dan melihat tumpukan buku pinjaman di kasur. Kondisi kamarku memang sudah seperti kondisi kamar mahasiswa tingkat akhir pada umumnya. Perlahan muncul pertimbangan lain tentang keputusanku untuk berangkat ke Jakarta. Mulai oleng.
Aku bertanya kepada lebih dari 5 temanku. Minta pertimbangan. Aku ceritakan semuanya. Tentang keuntungan yang bisa aku dapatkan nantinya. Tentang hambatan apa yang membuatku ingin membatalkan semuanya. Dari kelima orang itu menjawab dengan jawaban yang sama. Berangkat.
Tapi bukan malah merasa mendapat dukungan, aku semakin goyah. Bingung. Aku butuh orang yang lebih tua dan bisa memberikanku keputusan secara obyektif dan berimbang *ciah.
Dosen? mengingat beliau pernah mengatakan pertanyaan ter-conjuring & ter- insidious
 “Kamu mau punya adek kelas 5 angkatan?” tentu beliau akan menyuruhku secepatnya menyelesaikan tugas akhir dan meniggalkan kesempatan ini.
Orang tua, nonono. nanti saja.
Mas Cici! hilir berbagai macam masalahku. Aku jelasin semuanya. Entah kenapa, aku berharap dia akan mengatakan tidak. dan kemungkinan besar juga dia tidak akan mengizinkan. Aku letakkan henfonku dan ambil wudhu untuk sholat dhuhur. “Apapun jawaban mas cici, pokoknya itu yang terbaik dan emang harus aku jalani. final.”
Setelah aku meletakkan mukenahku ditempat awal, aku kembali duduk di kasur, dan kembali mengecek henfonku. Sedikit terkejut aku membaca balasan dari mas cici, Kalo mas si melu wae, berangkat sudah, ikut aja sii, book tiket sudah. dan pernyataan lain yang intinya mendukung aku untuk berangkat. lah? mas?
Setelah diskusi banyak, aku mulai survey transportasi melalui aplikasi burung biru. Setelah sudah dengan segala keruwetan yang ada, “Sudah pamit mama yayah?” kata mas cici. “Oh iya lupa.”
Kemudian aku mencari kontak dengan nama “Kanjeng Mami <3” lalu menekan tombol telepon. Entah kenapa. sedih. sesedih-sedihnya. Padahal belum tau keputuasan orang tua. Telepon diseberang terangkat dengan suara mama yang serak. Oh bangun tidur. Maafin ma ganggu.
“Ma.. afi ke Jakarta besok, boleh?” disusul dengan rentetan pertanyaan dari mama. yayah juga ikut dalam rentetan. aku jawab seadanya. tapi juga merentet sesuai pertanyaan. Sampai disaat yayah bilang “Gausah wes nduk..” aku tercekat. gatau. “iya wes yah..” tanpa salam aku tutup telepon. Bukan berniat durhaka. Cuma gamau aja yayah mama denger aku nangis sesenggukan. Maaf akhir-akhir ini kondisi hati suka hilang kontrol.
Setelah aku tutup telepon,sambil gembeng baper sedih campur aduk, aku konfirmasi terkait ketidakbolehanku untuk berangkat. “Apa mas cici yang coba ngomong ke mama yayah?” tanya mas cici, tentu dengan jawaban iya dariku.
Bolak balik telepon dari aku - yayah mama, yayah mama – aku, mas cici – yayah mama.
“Final ya mas? afi gaboleh ikut?”
 “Yayah sama mama ga ngebolehin, takut kamu, soalnya cewek sendiri, kasian. Kamu ke Banyuwangi aja mama was was. kecuali kalo ada dosen pembimbingnya.” Mas cici memberikan pengertian panjang kepadaku yang aku singkat menjadi pernyataan di dalam tanda kutip yang baru saja aku tulis.
Dosen pembimbing? Nganterin kemana-mana? Ma.. Yah.. ini bukan SMA, SMP apalagi SD.
Was was, aku ke Banyuwangi? Ma.. Yah.. Afi bahkan udah pernah bahkan beberapa kali  Jember-Surabaya, Jember-Malang, Jember-Purwokerto. naik motor. bis juga. Kalo masalah itu afi bisa. Mama Yayah tinggal percaya.
Aku yang awalnya ragu berangkat, setelah keluar SP tidakdibolehkannya aku berangkat, malah semakin ingin berangkat. Apapun caranya. Dengan atau tanpa restu Yayah Mama.
Beruntung aku masih menyempatkan membaca pesan dari Mas Cici. Pesannya panjang. Sehingga memberikanku celah untuk sedikit berfikir dengan kepala agak dingin setiap membacanya.
Sejak awal telpon dengan Yayah Mama tadi, aku udah ngabisin beberapa lembar tissu. Kalo nangis, cewe emang kadang suka lebay. Perlu banyak-banyak dimaafin.
Dengan ditambah, “Kata Yayah, kalo kamu emang pengen Kamera mirrorless (yang dijadiin hadiah) itu nanti dibeliin kalo ada rejeki.” tulis mas cici dalam rentetan pesannya. duh kratak hati aku. krataaaak. Bukan gitu yah.. ma.. Bukan. Aku bukan diposisi seorang anak sedang merajuk karena tidak dibelikan sesuatu yang ia inginkan. Sama sekali bukan.
Aku yang awalnya nangis dengan air mata sedih dan marah karena tidak mendapat lampu hijau dari Mama Yayah, perlahan berubah jadi air mata terharu, nyesel, bersyukur. Bisa ya? bisa! Mas cici tau caranya.
Jadi aku menyimpulkan, kadang emang seharusnya kita tau, ada alasan orang tua kita membolehkan atau sebaliknya di hidup kita tanpa harus mereka sampaikan kepada kita apa alasannya. cukup kita yang harus meningkatkan kepekaan, kesadaran dan yang terpenting, meninggikan legowo tentang keadaan. Kita emang tau yang terbaik buat kita. Pun mereka (orang tua) jauh-jauh hari udah punya standart-standart terbaik buat kita. Harus imbang antara anak dan orang tua. Presisi gitu.
Setelah sholat isha, aku yang awalnya berniat melakukan sholat istikhoroh, membatalkannya karena sudah mendapat keputusan final dari Kedua donatur dan supporter utama di hidupku. Yayah Mama. Tambah satu lagi, Influencerku. Mas Cici.


Intinya, aku ga berangkat. Bedanya, sekarang sudah lega. Sudah legowo. 

Semoga ada kesempatan-kesempatan lain yang tak kalah berharga menantiku di depan. Doakan ya. Nanti Kau juga ku doakan :)





05 Agustus 2017, 01:45 AM
Jember, yang semakin dingin walau tanpa kipas angin.




0 komentar:

Posting Komentar


Nikmatilah hari ini, karena esok kau akan merindukan hari ini
Diberdayakan oleh Blogger.