Ingin
sedikit bercerita. Mungkin bukan review. Apalagi kritik.
Sudah
seringnya diputar melalui berbagai media, trailer film ini semakin membuat saya untuk mengencangkan ketertarikan
akan full versionnya. Kenapa? Bagi kebanyakan penonton yang masih menikmati
film sebatas trailer tentu muncul pertanyaan-pertanyaan liar yang menuntut
untuk segera di tuntaskan. Seperti satu pertanyaan untuk film Prenjak ini; “Yakin
nih sutradara lokal bakal ngevisualin yang beginian?” itulah yang membuat saya
mengucapkan terimakasih untuk Dewan Kesenian Kampus UNEJ dan Layar Kemisan yang
sudah mampu memutarkan film ke-5 Wregas Bhanuteja ini di Jember.
Dalam
visual film yang menggambarkan latar dapur dengan berbagai perabotan
tradisionalnya, lalu didukung oleh pakaian yang digunakan kedua tokoh,
menggambarkan secara gamblang keadaan ekonomi kedua tokoh yang tidak sedang
pada kondisi mapan.
Film
yang menampilkan beberapa tayangan tidak biasa ini menurut saya bukanlah sebagai
representasi kehidupan tak bermoral melalui ke-‘liar’-an bervisual. Dalam setiap
adegannya Justru menggambarkan bagaimana kehidupan berjalan sejahat dan seperti
apa adanya. Bagaimana seorang Diah yang ternyata adalah seorang ibu, rela ‘menjual’
kemaluannya untuk diperlihatkan kepada orang yang bukan seharusnya hanya demi
menyambung hidup bersama seorang anaknya.
Film
yang berdurasikan kurang lebih 15 menit ini merupakan pengejawantahan Seorang Wregas
Bhanuteja terkait prinsip dari wanita dan pria pada umumnya. Dimana pada scene
yang berdekatan pada film ini menunjukkan bagaimana Seorang Pria tidak berdaya
dengan kelamin wanita sedang wanita tunduk pada uang yang dimiliki Pria.
Dengan
umur yang masih tergolong muda, Wregas tentu mampu menghadirkan humor segar
kepada para penonton. Terlihat dalam film ini Terdapat satu adegan yang pada
awalnya mebuat para penonton heran dengan penampakan ‘milik Diah’ lalu
terdengar seruan Diah “Aduh kesumet!” yang seketika membuat penonton tertawa.
Dalam
scene terakhir, wregas sukses membawa penonton dalam emosi terdalamnya dengan
menghadirkan tokoh Diah sebagai sosok orang tua tunggal yang merawat anaknya
seorang diri tanpa sosok lelaki yang seharusnya menjadi suaminya.
Film
sekelas Prenjak yang berhasil menyabet penghargaan film pendek terbaik Festival
Film Cannes 2016 di Prancis ini tidak mungkin hanya mempunyai pemaknaan akan
tanda dan penanda hanya sebatas yang saya sampaikan. Tentu masih banyak yang ingin disampaikan oleh seorang Wregas Bhanuteja melalui film Prenjak yang belum sepenuhnya dapat tertangkap
oleh otak amatir saya :D
Untuk para Suhu dan Master, Mohon bimbingannya agar saya dapat lebih memaksimalkan kerja otak dalam 'melihat' sebuah film :)
0 komentar:
Posting Komentar