Buku merah (aku mau kopi dan aku tidak mau teh)



 Aku mengisi liburanku dengan hanya bermain game di laptop dan sekedar update medsos ku. lalu aku teringat pada buku merah itu. aku mencarinya di meja belajarku, tapi aku tidak menemukannya. mohon maklum, kamarku ketika liburan adalah tempat yg paling sering di kunjungi adik dan para sepupuku. jadi jangan ditanyakan lagi bagaimana bentuk dari kamarku.
lalu aku menemukan buku merah itu di bawah kasurku. mungkin terjatuh saat aku ketiduran membacanya.
aku membaca halaman yg belum ku baca, lalu menemukan hal beda, tidak tertera tanggal bulan dan tahun pada tulisan itu. tanpa lebih peduli, aku lanjut membcanya..

Malam ini, 

ketika bulan dengan sempurna memamerkan pesona cahayanya kepada bumi. aku ingin sedikit bercerita padamu yang mungkin tak akan kau dengar atau baca sedikitpun. tapi biarlah, mungkin dengan itu aku bisa bercerita tanpa canggung..


Aku mau kopi, aku tidak mau teh. Diberi Cuma-Cuma pun aku tak mau teh.

Aku menceritakan banyak tentangmu kepada satu temaku ini hid, 
termasuk hobimu yang menjadi alasanku mengagumimu. 
Tapi tenang saja, aku menceritakan semua itu tanpa menyebut namamu sekalipun. 
Dia selalu menanyakan siapa namamu, sambil tersenyum tipis aku hanya menjawabnya “panggil saja dia dengan sebutan ‘..hid’
Aku menceritakan semua alur dan isi cerita yang di sutradarai diriku sendiri. Tanpa kau tau.
Aku menceritakan bagaimana aku di belakangmu, aku menceritakan kamu di depanku kepada dia.

Sampai  temanku feni itu mengatakan dengan raut serius “Ngapain sih kamu nunggu yg ga pasti, dan sama sekali tidak peduli pada yg pasti?” 
aku hanya bisa menjawab pertanyaan itu dengan senyum.
Dia melanjutkan pertanyaannya, “Kamu tau kan, yg ‘gak pastimu’  disana itu belom tentu punya rasa kayak kamu? Kamu ga tau kan, yg ‘gak pastimu’ disana itu mungkin udah ada yg pasti buat dia. Dan itu bukan kamu? Sedangkan kamu sendiri disini mengabaikan yg pasti terus dengan sok-mu menunggu yg ga pasti itu? Tolong lah, ini bukan novel.”
Aku heran. Feni temanku ini tidak pernah bicara seserius dan sengotot itu. 
Tapi aku menjawabnya dengan enteng saja “ibaratnya ya fen, aku itu suka kopi dan aku ga suka teh, di kasi Cuma-Cuma pun aku tetep  ga mau teh.”
Feni  hanya menghebuskan nafasnya lalu ‘melorotkan’ duduknya di kursi, tampak sekali dari rautnya jika dia sedang berfikir. 
“gini deh, kamu suka kopi kan? Trus kenapa kamu ga mau teh?” 
aku berfikir lalu menjawab “kalo aku ga suka baunya?”
Lalu feni mengangguk-ngangguk melanjutkan pertanyaannya “ga suka baunya kan? Udah pernah nyoba teh?” aku menjawab pertanyaan itu dengan menggeleng.
“Nah itu! Kamu ga suka teh soalnya kamu belom pernah nyoba  teh.”
Sejenak aku berfikir,kalimat itu mungkin ada benarnya. Aku belom pernah mencoba. Ah, tapi untuk apa?
Feni melanjutkan “Udah ya, sekarang coba kamu ikutin aja saranku. Harus nurut pokoknya!”
Ahh.. aku membuang tatapan sambil memandangnya yg sedang nyengir dengan kesal.

Sampai suatu hari feni dan teman kosku yg lain mengajakku di suatu acara panggung akustik di kampus sebelah, lalu  mengenalkan salah satu kakak kelas laki-lakinya  ketika SMA dulu. Ah, aku baru sadar ternyata ini modus mereka mentraktirku dalam acara musik ini. sekarang aku tau maksud mereka, untuk kali ini aku turuti saja mau mereka, Bukan karna aku polos,  tapi aku hanya ingin melihat apa yg mereka ingin.
Percakapan mengalir di antara kita, tapi entah kenapa aku hanya menjawab sekenannya saja tanpa ada ekspresi yg berarti. aku menyadari jika sikapku tidak ramah waktu itu. Ah, peduli apa? Lalu aku menyibukkan diri merekam penampilan salah satu grup di acara akustik itu lalu mengunggahnya di instagram tanpa memperdulikan yg teman-temanku dan kakak kelas (beserta teman-temannya) di meja.  Tak sedikit pertanyaan yg di tujukan kepadaku dan aku hanya menjawab “oh, iya.” “ah, ngga kok.” “iya mungkin.” “yayaya..”
Merasa bosan,  aku pun mengajak teman-temanku pulang. Lalu kami pamit dan pulang.
Hari demi hari aku lewati seperti biasa. Biasa? Ah tidak juga menurutku.. banyak kejadian (modus) tentang yg kemarin itu.

Sampai dua hari kemudian Feni memberitahuku jika Kakak kelasnya ingin mengajakku keluar. 
Oh meeennn !! tanpa berfikir dua kali aku dengan tegas menolak ajakan norak itu. 
Bahkan di bujuk dengan boneka domo kun pun aku tak mau. Bagus! Ilfil-ku semakin menjadi kepadanya.

“Dia ga jelek kan? Kenapa gamau?” kata feni.
Ah ternyata feni  masih tidak memahami maksud dan mau ku.
“ Tapi yahh mau ngapain lagi? Dari awal aku juga udah tau kalo kamu ga suka sama jengah sama orang itu. Kalo emang kamu pasang mindset gamau dari awal ya mau gimanapun kamu pasti tetep gamau.” Lanjut  feni 

Aku tau maksud dia hanya ingin membantuku, 
mungkin temanku ini tak tega melihatku jomblo (?) 
yang menurutnya  adalah sebuah kutukan yang harus dihindari (?) haha mungkin.

Entahlah, yg jelas pada intinya aku lebih memilih kopi, aku lebih memilihmu hid. Tanpa kau pilih (?) ah lagi-lagi. Sudahlah :D

 Kapan aku bisa tidak menyukai kopi lagi? Jawabnya adalah, Ketika kopi sudah tidak rasa kopi lagi.

***



Seperti sebelumnya, sosok yang biasa dia panggil "..hid" ini lah yang membuatku semakin penasaran dan seolah ingin mencari halaman yg mungkin akan menceritakan tentang '..hid' 
Ah, tapi mana seru... ngikutin alur aja lah.. 
yasudah, selamat malam..

 


0 komentar:

Posting Komentar


Nikmatilah hari ini, karena esok kau akan merindukan hari ini
Diberdayakan oleh Blogger.